Selasa, 17 Juni 2008

Artikel

Membangun dan Menata Sistim Kelistrikan di Indonesia

Firdaus dan Mohamad Riadi

E-mail: firdaus_nyonk@yahoo.com, Mohamad_riadi@yahoo.com

Teknik Elektro ,Universitas Negeri Jakarta, Telp. 021-471237

Abstrak

Listrik merupakan salah satu energy yang sangat efektif dan efisien dalam penggunaannya. Didalam kehidupan sehari-hari yang telah kita ketahui bahwa semakin banyak jumlah penduduk suatu Negara, maka main banyak pula energy listrik yang di konsumsi Negara tersebut. Sehingga, pasokan energi untuk sumber pembangkit listrik sangat banyak diperlukan. Pusat pembangkit yang ada di Indonesia, masih bergantung pada pasokan energi fosil untuk membangitkan energi listrik yang dihasilkan pusat pembangkit listrik. Dengan terganggunya pasokan energy ke pusat pembangkit listrik, maka berdampak pada para konsumen yang paling berpengaruh yaitu industri. Maka banyak kebijakan yang di ambil oleh PLN, yang berdampak pada kenaikan tarif listrik ataupun pemadaman listrik secara bergiliran, yang terkadang merugikan pihak konsumen mauoun sector Industri. keywords : listrik, pasokan listrik, konsumen


  1. PENDAHULUAN

Kata krisis di Indonesia, tampaknya kian akrab saja di telinga masyarakat. Terlebih lagi krisis listrik yang menjadi bahasan banyak orang. Mengapa sering terjadi krisis secara terus menerus?pertanyaan retorik yang jawabannya sudah pasti, karena permintaan lebih besar dari penawaran. Masalah klasik, yang selalu saja dijadikan alasan untuk selalu menaikan mutu pelayanan ataupun pembangunan pembangkit, yang berujung pada naiknya tarif dasar listrik. Memang diakui, makin banyak masayarakat yang menggunakan energi listrik, karena dianggap paling efektif dan efisisen penggunaannya dibandingkan energi lain. Tapi apa hal itu yang selalu dijadikan alasan, untuk menaikan tarif dasar listrik dan sebenarnya apa yang menjadi masalah dalam krisis listrik? Apakah tidak ada solusi dari hal semacam ini? Faktor cuaca akhir-akhir ini, yang sering tidak menentu dijadikan kambing hitam. Sehingga, pasokan listrik dan pusat pembangkit listrik terganggu. Banyak pembangkit listrik yang berhenti beroperasi, kejadian ini bukan kali pertama sejak krisis listrik terjadi. Segala kebijakan yang dicanangkan oleh PLN maupun pemerintah mengenai kelistrikan menimbulkan banyak pro-kontra di kalangan seluruh lapisan masyarakat dan para pakar dibidang kelistrikan. Himbauan hemat energi dan kasus pencurian listrik yang selama ini terjadi belum pernah dijadikan pertimbangan yang merugikan PLN sendiri. Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, semestinya sudah menjadi bahan pelajaran untuk menanggulangi masalah kelistrikan, bukan mengeluarkan kebijakan yang makin membuat masyarakat semakin susah.

Sejarah Penyediaan Tenaga Listrik

Sejarah penyesiaan tenaga listrik di Indonesia, diawali dengan selesai sibangunnya pusat tenaga listrik di Gambir, Jakarta dalm bulan Mei 1897. Hal serupa kemudian disusul oleh kota-kota besar lainnya, diantaranya Medan(1899), Surakarta(1902), Bandung(1906), Surabaya(1912) dan Banjarmasin(1922). Pada awalnya, penggunaan pusat-pusat listrik mempergunakan tenaga termis, lalu berkembang dengan pembuatan pusat-pusat listrik tenaga air. Umumnya, pengusaha kelistrikan di Indonesia sebelum perang dunia II, dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan swasta, diantaranya yang terbesar saat itu adalah NIGEM(Nederlands Indische Gas en Electricities Maatschappij). Izin listrik atau konsesi dari pada perusahaan swasta mulai dari tahun 1954 secara berangsur-angsur menjadi kadaluwarsa, tidak diperpanjang lagi dan mulai tahun tersebut diambil alh Negara. Maka secara praktis semua perusahaan listrik telah dikuasai oleh Negara dan disatukan ke dalam Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN).

  1. PEMBAHASAN

Analisis Krisis Listrik dan Pasokan Listrik

“Presiden dan wakil presiden RI mengakui kelemahan pemrintah dalam mengelola kelistrikan. Akibatnya, pasokan listrik saat ini tidak mencukupi kebutuhan. Keduanya mengatakan krisis akan terus berlangsung sampai tahun 2009”.( kompas, 29 Februari 2008). Krisis di perkirakan akan teratasi tahun 2010, dengan proyek percepatan pembangunan pembangkit berbahan bakar batu bara. Namun, benarkah pasokan akan aman seterusnya setelah proyek rampung di benahi? Kekurangan pasokan listrik saat ini karena 10 tahun terakhir pembangunan proyek baru sangat minim. Krisis ekonomi ekonomi tahun 1998, meskipun demikian pemerintah memutuskan untuk melanjutkan 21 proyek, target penyelesaian pembangunan meleset dari jadwal. Dari 26 sistim besar kelistrikan Indonesia saat ini, hanya 6 yang berstatus normal, termasuk sistim jawa-bali. Lima defisit, yaitu termasuk Kalimantan timur, Sumatra utara, Kalimantan selatan, Kalimantan tengah, dan Sulawesi Tenggara. Sisanya 15 sistim, dalam keadaan siaga atau dalam bahasa sederhananya, cadangan bahan bakar pas-pasan dengan daya pembangkit yang ada. Apabila terjadi gangguan atau pemeliharaan, statusnya turun menjadi deficit.

Dalam satu decade ini sistim Jawa-Bali, yang menyerap 80 % dari keseluruhan produksi listrik nasional. Hanya mendapatkan tambahan pembangkit baru 3.300 MW. Idealnya, tambahan daya dari pembangkit baru agar bisa berjalan tanpa gangguan 1000 MW/tahun. Perkiraan kebutuhan itu dengan berasumsi, kebutuhan beban puncak 16.000 MW ditambah pertumbuhan konsumsi listrik 6,3% per tahun, dan cadangan daya 30 %. Padahal, daya mampu hanaya 17.000 MW. Krisis listrik berpotensi terjadi jangka panjang, bila pihak terakit tidak serius menangani masalah ini.

Krisis listrik kembali terulang. Sejak Rabu, 20 Februari 2008, Jawa-Bali mengalami pemadaman serentak karena terjadi defisit pasokan listrik hingga 1.044 Mw. Pemerintah akan mengumumkan keadaan darurat jika defisit mencapai 1.500 Mw (Media Indonesia, 21/2/2008).Krisis listrik di Indonesia bisa dikatakan sudah berada dalam tahap yang mengkhawatirkan. Di beberapa wilayah, tiada hari tanpa pemadaman bergilir. Sistem Jawa-Bali yang paling maju dan terinterkoneksi juga masih sering mengalami masalah.

Dampak krisis listrik ini sangat luas dan merugikan. Yang paling jelas terpukul adalah sektor industri pengguna listrik. Industri manufaktur terpaksa menurunkan produksi akibat ketidakpastian pasokan listrik. Selain merugikan industri besar seperti baja dan otomotif, industri berorientasi ekspor seperti sepatu dan tekstil terancam oleh penurunan kualitas produksi akibat ketidakstabilan pasokan listrik dan tidak bisa mengirim pesanan tepat waktu sehingga terancam penalti, bahkan kehilangan order. Sebagian industri bahkan terpaksa berhenti beroperasi sementara dan merumahkan karyawannya karena ketiadaan pasokan listrik.

Sektor lain juga tidak kalah terpukul. Pengembang perumahan, terutama tipe sederhana dan menengah, sering tidak mendapat pasokan listrik sehingga rugi karena tidak bisa melakukan serah terima dengan pembeli, rumah yang sudah dibangun jadi terbengkalai, dan modal tidak bisa berputar. Sektor perikanan yang memiliki potensi sangat besar tidak bisa berkembang karena ketiadaan pasokan listrik untuk pabrik es dan cold storage yang sangat dibutuhkan sektor ini.

Yang paling menderita dari ketiadaan pasokan listrik ini adalah jutaan pelaku usaha kecil dan mikro karena mereka tidak memiliki alternatif pasokan lain. Pasokan listrik yang tidak stabil juga telah menurunkan kepuasan pelanggan serta merusak mesin dan perangkat lunak. Belum lagi jika kita memperhitungkan kerugian masyarakat luas. Dengan demikian, ketidakpastian pasokan listrik tidak saja menurunkan daya saing dan memperburuk iklim investasi sehingga mengancam pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperburuk masalah pengangguran, kesenjangan pendapatan, dan kemiskinan.

Akar permasalahan

Menimpakan seluruh kesalahan pada PLN adalah tidak bijak. Minimnya pasokan listrik sebagian memang dipicu stagnasi produksi PLN. PLN sendiri yang memasok 90% kebutuhan listrik nasional, sulit meningkatkan produksi karena minimnya keuangan perusahaan sehingga sulit diharapkan dapat melakukan ekspansi. Produksi PLN yang sudah ada juga tidak optimal dan mahal karena sebagian besar pembangkit sudah tua, boros bahan bakar, kekurangan pasokan energi primer, dan sering mengalami kerusakan. PLN juga dikenal tidak efisien, seperti susut daya listrik yang besar, mahalnya harga pembelian listrik swasta, tingginya kasus pencurian listrik hingga korupsi. Namun stagnasi produksi listrik sebagian merupakan warisan kesalahan masa lalu.

Pembangunan listrik yang tidak bervisi ke depan akibat subsidi BBM regresif membuat sebagian besar pembangkit PLN adalah pembangkit termal yang kini kian mahal. Selain mahal, konversi energi bahan bakar fosil menjadi listrik juga sangat tidak efisien (hanya sekitar 30%) dan tidak ramah lingkungan. Sampai kini, sebagian besar produksi listrik nasional masih mengandalkan bahan bakar fosil.

Sementara itu, investasi swasta yang diharapkan masuk terganjal oleh ketidakjelasan kerangka kebijakan (regulatory framework). Penganuliran UU No 20/2002 tentang Ketenagalistrikan oleh Mahkamah Konstitusi pada 15 Desember 2004 membuat karpet merah yang telah digelar kepada swasta seolah ditarik kembali. Dengan UU No 20/2002 monopoli PLN atas bisnis listrik dihentikan. Keterbukaan pasar dan kompetisi diperkenalkan dengan penerapan sistem unbundling saat swasta dapat masuk ke bisnis penyediaan tenaga listrik (meliputi usaha pembangkit, transmisi, distribusi, penjualan, agen penjualan, pengelola pasar, dan pengelola sistem tenaga listrik) dan penunjangnya (meliputi usaha jasa penunjang tenaga listrik dan industri penunjang tenaga listrik). Namun pembatalan UU Kelistrikan membuat pasar listrik kembali tertutup. Struktur tarif juga tidak kompetitif sehingga bisnis ini menjadi tidak menguntungkan. Dengan ditambah tingginya risiko usaha dan kerentanan prospek jangka panjang, underinvestment tidak terelakkan dan terjadi dari hulu (pembangkit) hingga hilir (transmisi dan distribusi).

Di sisi lain, permintaan listrik terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan pemulihan ekonomi pascakrisis. Pertumbuhan konsumsi listrik diperkirakan 8-10% per tahun hingga 2013. Dengan begitu, krisis listrik yang disebabkan kesenjangan (gap) antara permintaan dan penawaran sudah terprediksi sejak lama. Jika tidak ada tambahan kapasitas yang berarti, krisis pada sistem Jawa-Bali dan sistem interkoneksi Sumatra pada 2008 ini hanya tinggal menunggu waktu.

Upaya Atasi Krisis Listrik

Penanggulangan krisis listrik membutuhkan kebijakan yang terpadu, menyeluruh, dan visioner. Dalam jangka pendek, langkah taktis-pragmatis yang paling mudah dan murah adalah kampanye penghematan dan efisiensi penggunaan listrik, terutama pada saat beban puncak (pukul 17.00 WIB-22.00 WIB). Efisiensi tidak identik dengan menurunkan aktivitas. Efisiensi adalah menggunakan listrik seperlunya dan menghindari pemborosan, seperti pemakaian AC, komputer, lampu, dan televisi yang tidak perlu. Sektor publik juga memiliki peran besar di sini, seperti mengurangi pemakaian listrik untuk lampu taman, lampu hias atau air mancur.

Pengendalian permintaan juga dapat dilakukan melalui insentif tarif, terutama ketentuan insentif dan penalti untuk pemakaian listrik saat beban puncak. Namun insentif tarif harus dilakukan secara hati-hati agar usaha mengerem pertumbuhan konsumsi listrik tidak berdampak negatif pada produksi dan iklim investasi.

Dalam jangka pendek, krisis listrik juga harus dikombinasikan dengan usaha meningkatkan pasokan listrik oleh PLN secara cepat, seperti menekan tingkat kehilangan (losses) dan menekan kasus pencurian. Kemampuan PLN untuk merawat, repowering, dan bahkan ekspansi pembangkit dapat dilakukan jika kondisi keuangan PLN membaik yang hanya bisa diraih melalui efisiensi dan rasionalisasi operasional yang signifikan. Sebagai misal, setiap penurunan 1-2% kehilangan akan meningkatkan pendapatan PLN antara Rp0,7 triliun-1,4 triliun. Pengurangan pemakaian BBM akan menurunkan pengeluaran PLN secara signifikan mengingat biaya BBM adalah sangat mahal jika dibandingkan dengan gas atau batu bara. Potensi penghematan dari efisiensi dan negosiasi ulang listrik swasta juga signifikan bagi PLN.

Di sini kita juga perlu menanyakan perkembangan crash program pengadaan listrik 10 ribu Mw yang digagas pemerintah sejak lama untuk mencukupi pasokan listrik pada 2009. Rencana pembangunan pembangkit yang berbasis batu bara juga perlu dikaji ulang karena batu bara terkenal memiliki polutan paling tinggi walau memiliki rasionalitas ekonomi yang tinggi karena harga yang murah dan ketersediaan yang besar. Crash program harus didiversifikasi dengan pembangkit lain yang ramah lingkungan, seperti pembangkit berbasis air dan panas bumi.

Dalam jangka panjang, krisis listrik hanya bisa diatasi kebijakan kelistrikan yang mengintegrasikan kebijakan energi nasional, fiskal, BUMN, dan teknologi. Partisipasi swasta dan masyarakat juga amat dibutuhkan. Fokus utama adalah menyediakan regulatory framework dan lingkungan yang kondusif untuk investasi kelistrikan. Kerangka regulasi setidaknya harus memperjelas struktur tarif yang lebih kompetitif dengan mengizinkan perbedaan tarif antardaerah dan memperkenalkan persaingan dengan mengizinkan BUMN/BUMD lain (bukan swasta, agar sesuai dengan konstitusi) untuk berkompetisi dengan PLN.

Untuk wilayah Indonesia yang luas dan terdiri dari banyak pulau dengan kondisi geografis yang sulit dijangkau, krisis listrik tidak cukup hanya dengan membangun pembangkit, transmisi, dan distribusi. Berbagai kebijakan inovatif yang menumbuhkan inisiatif daerah dibutuhkan, sentralisasi pengadaan listrik harus diakhiri. Ke depan, inisiatif-inisiatif pembangunan kelistrikan berbasis masyarakat harus didorong, seperti pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) yang memanfaatkan tenaga air skala kecil. Potensi mikrohidro adalah signifikan, sekitar 7.500 Mw, namun yang dimanfaatkan baru 600 Mw. Selain sederhana dan murah, mikrohidro ramah lingkungan dan potensial untuk menggerakkan ekonomi lokal dan perdesaan. Ke depan, harus juga didorong gerakan swasembada listrik di wilayah-wilayah lumbung energi. Jangan lagi terjadi ironi daerah lumbung energi justru mengalami krisis listrik.

Di saat yang sama, diversifikasi pembangkit listrik harus segera mulai dilakukan. Indonesia memiliki cadangan sumber energi alternatif yang berlimpah. Potensi panas bumi Indonesia tercatat sekitar 27 ribu Mw, merupakan 40% cadangan dunia. Pembangkit geotermal dikenal sebagai energi bersih dan murah biaya operasionalnya, namun investasinya memang mahal. Indonesia juga memiliki potensi energi surya yang berlimpah dengan potensi 4,5 Kwh/m2/hari (KBI) dan 5,1 Kwh/m2/hari (KTI). Selain bersih dan bebas polusi, energi ini tersedia di mana-mana dan tidak memerlukan instalasi yang rumit.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sesuai dengan pembahasan yang di dasari dengan latar belakang, penulis mengambil kesimpulan :

1. Pemerintah harus segera memperbaiki sistim PLN dengan cepat seluruh sector kelistrikan yang telah menjadikan proses distribusi listrik pada masyarakat tidak lancar.

2. Memenuhi pasokan energi dengan melakukan proses intensifikasi dan eksploitasi.

3. Memperbaiki sistim manajemen, perawatan dan perencanaan tenaga listrik

4. Memperhatikan unsur-unsur penunjang lainnya dengan memanfaatkan sumber daya alam yang memadai

5. Pemerintah harus Memonopolikan sumber pasokan pembangkit listrik untuk PLN.

Referensi

kompas, 29 Februari 2008

Media Indonesia, 21/2/2008

Prof. DR. Ing. K. TUNGGUL SIRAIT, Ketenagalistrikan, www.google.co.id. 17 Mei 2008.

http://www.google.co.id/search?hl=id&sa=X&oi=spell&resnum=0&ct=result&cd=1&q=uu+no.20+th.2002+tentang+ketenagalistrikan&spell=1

Aryanugraha, Pemadaman Listrik PLN dan Crash Program, http://aryanugraha.wordpress.com, 17 Mei 2008 http://aryanugraha.wordpress.com/2006/07/25/pemadaman-listrik-pln-dan-crash-program/

PLN, Pembangunan 5 pembangkit baru berbahan baker batu bara, www.google.co.id, 17 Mei 2008 http://202.162.220.3/10000mw/index2.asp?kdunit=12


Senin, 14 April 2008

KRIsis lisTRik

Hari Gini Masih Krisis
Krisis energi listrik sudah di depan mata. Padamnya listrik di Jawa-Bali merupakan pertanda bahwa pasokan listrik dalam sistem interkoneksi sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan listrik masyarakat dan industri yang terus meningkat. Ditambah dengan harga BBM yang melonjak, maka upaya lebih menggiatkan penggunaan energi alternatif non-BBM di Indonesia di sektor pembangkitan listrik tidak dapat ditawar-tawar lagi. Menurut Dr Kurtubi, Direktur CPEES (Center for Petroleum and Energy Economics Studies), agar masyarakat tidak terancam ketahanan ekonomi dan keamanannya, Indonesia harus meningkatkan pemanfaatan sumber daya energi primer yang cadangannya lebih besar seperti gas dan batu bara. Peningkatan penggunaan energi terbarukan yang ramah lingkungan, seperti energi surya, angin, dan lainnya juga harus dilakukan. Terlebih lagi sumber energi alternatif seperti biodiesel, cocodiesel, dan etanol dari tumbuhan, yang dapat menciptakan banyak lapangan kerja di pedesaan. Ali Herman Ibrahim, Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PT PLN (Persero), dalam seminar di BPPT Juli lalu mengemukakan, pemanfaatan energi alternatif untuk pembangkit listrik layak secara teknis dan ekonomis. Pemanfaatannya bisa dimulai dari skala kecil mulai dari listrik pedesaan, khususnya di luar Jawa. Hal ini dapat dilakukan oleh pihak swasta dan PLN dengan pola kemitraan sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi keterbatasan dana. Peran minyak dunia memang akan digantikan oleh energi baru dan terbarukan sedangkan peran gas dan batu bara relatif stabil. Dalam cetak biru pengelolaan energi nasional Indonesia hingga 2025, batu bara akan meningkat menjadi 30 persen menyamai BBM, demikian pula dengan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Riset energi Sejalan dengan upaya pemanfaatan energi alternatif, Rapat Koordinasi Nasional bidang Riset Teknologi menetapkan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek 2005-2009 untuk penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan. Prioritasnya adalah pengembangan teknologi dan pemanfaatan batu bara dan gas. Pemanfaatan batu bara akan berkontribusi 20 persen dan gas 27 persen pada pasokan energi nasional pada tahun 2009. Tahun 2025 baik batu bara dan gas akan naik jadi 30 persen. Untuk itu telah disusun road map pengembangan energi baru dan terbarukan dari 2005 hingga 2025. Pengembangannya dibagi dalam tiga tahap: jangka pendek, menengah, dan panjang. Roadmap mencakup pemasaran, produksi, teknologi eksplorasi, penelitian, dan pengembangan. Maka ada penelitian dan pengembangan teknologi untuk meningkatkan kalori batu bara muda (upgrade brown coal), serta pencairan dan gasifikasi batu bara. Sedangkan dalam pemanfaatan gas alam dibangun Mini LNG, pemanfaatan LNG untuk transportasi dan pembuatan dimetil eter. Geotermal diarahkan menjadi sumber energi pembangkit listrik tenaga uap. Selain itu dikembangkan sistem konversi energi angin, air, surya, dan energi arus laut yang efisien. Sedangkan untuk biofuel yang meliputi biodiesel, bioetanol, dan bio-oil, dilakukan budidaya, pengolahan, hingga pemanfaatannya sebagai sumber energi. Untuk pemanfaatan energi nuklir ada kajian tekno-ekonomi bahan bakar nuklir. Sedangkan fuel cell dikembangkan antara lain sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.(Yun) Sumber : Kompas (24/8/05) ***Menanggulangi Krisis ListrikDitulis oleh : Yusuf Wibisono, Direktur Eksekutif Indonesian Development for Institution and Economic (Indie) Institute, JakartaKrisis listrik kembali terulang. Sejak Rabu, 20 Februari 2008, Jawa-Bali mengalami pemadaman serentak karena terjadi defisit pasokan listrik hingga 1.044 Mw. Pemerintah akan mengumumkan keadaan darurat jika defisit mencapai 1.500 Mw (Media Indonesia, 21/2/2008).Krisis listrik di Indonesia bisa dikatakan sudah berada dalam tahap yang mengkhawatirkan. Di beberapa wilayah, tiada hari tanpa pemadaman bergilir. Sistem Jawa-Bali yang paling maju dan terinterkoneksi juga masih sering mengalami masalah.Dampak krisis listrik ini sangat luas dan merugikan. Yang paling jelas terpukul adalah sektor industri pengguna listrik. Industri manufaktur terpaksa menurunkan produksi akibat ketidakpastian pasokan listrik. Selain merugikan industri besar seperti baja dan otomotif, industri berorientasi ekspor seperti sepatu dan tekstil terancam oleh penurunan kualitas produksi akibat ketidakstabilan pasokan listrik dan tidak bisa mengirim pesanan tepat waktu sehingga terancam penalti, bahkan kehilangan order. Sebagian industri bahkan terpaksa berhenti beroperasi sementara dan merumahkan karyawannya karena ketiadaan pasokan listrik.Sektor lain juga tidak kalah terpukul. Pengembang perumahan, terutama tipe sederhana dan menengah, sering tidak mendapat pasokan listrik sehingga rugi karena tidak bisa melakukan serah terima dengan pembeli, rumah yang sudah dibangun jadi terbengkalai, dan modal tidak bisa berputar. Sektor perikanan yang memiliki potensi sangat besar tidak bisa berkembang karena ketiadaan pasokan listrik untuk pabrik es dan cold storage yang sangat dibutuhkan sektor ini.Yang paling menderita dari ketiadaan pasokan listrik ini adalah jutaan pelaku usaha kecil dan mikro karena mereka tidak memiliki alternatif pasokan lain. Pasokan listrik yang tidak stabil juga telah menurunkan kepuasan pelanggan serta merusak mesin dan perangkat lunak. Belum lagi jika kita memperhitungkan kerugian masyarakat luas. Dengan demikian, ketidakpastian pasokan listrik tidak saja menurunkan daya saing dan memperburuk iklim investasi sehingga mengancam pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperburuk masalah pengangguran, kesenjangan pendapatan, dan kemiskinan.Akar permasalahanMenimpakan seluruh kesalahan pada PLN adalah tidak bijak. Minimnya pasokan listrik sebagian memang dipicu stagnasi produksi PLN. PLN sendiri yang memasok 90% kebutuhan listrik nasional, sulit meningkatkan produksi karena minimnya keuangan perusahaan sehingga sulit diharapkan dapat melakukan ekspansi. Produksi PLN yang sudah ada juga tidak optimal dan mahal karena sebagian besar pembangkit sudah tua, boros bahan bakar, kekurangan pasokan energi primer, dan sering mengalami kerusakan. PLN juga dikenal tidak efisien, seperti susut daya listrik yang besar, mahalnya harga pembelian listrik swasta, tingginya kasus pencurian listrik hingga korupsi. Namun stagnasi produksi listrik sebagian merupakan warisan kesalahan masa lalu.Pembangunan listrik yang tidak bervisi ke depan akibat subsidi BBM regresif membuat sebagian besar pembangkit PLN adalah pembangkit termal yang kini kian mahal. Selain mahal, konversi energi bahan bakar fosil menjadi listrik juga sangat tidak efisien (hanya sekitar 30%) dan tidak ramah lingkungan. Sampai kini, sebagian besar produksi listrik nasional masih mengandalkan bahan bakar fosil.Sementara itu, investasi swasta yang diharapkan masuk terganjal oleh ketidakjelasan kerangka kebijakan (regulatory framework). Penganuliran UU No 20/2002 tentang Ketenagalistrikan oleh Mahkamah Konstitusi pada 15 Desember 2004 membuat karpet merah yang telah digelar kepada swasta seolah ditarik kembali. Dengan UU No 20/2002 monopoli PLN atas bisnis listrik dihentikan. Keterbukaan pasar dan kompetisi diperkenalkan dengan penerapan sistem unbundling saat swasta dapat masuk ke bisnis penyediaan tenaga listrik (meliputi usaha pembangkit, transmisi, distribusi, penjualan, agen penjualan, pengelola pasar, dan pengelola sistem tenaga listrik) dan penunjangnya (meliputi usaha jasa penunjang tenaga listrik dan industri penunjang tenaga listrik). Namun pembatalan UU Kelistrikan membuat pasar listrik kembali tertutup. Struktur tarif juga tidak kompetitif sehingga bisnis ini menjadi tidak menguntungkan. Dengan ditambah tingginya risiko usaha dan kerentanan prospek jangka panjang, underinvestment tidak terelakkan dan terjadi dari hulu (pembangkit) hingga hilir (transmisi dan distribusi).Di sisi lain, permintaan listrik terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan pemulihan ekonomi pascakrisis. Pertumbuhan konsumsi listrik diperkirakan 8-10% per tahun hingga 2013. Dengan begitu, krisis listrik yang disebabkan kesenjangan (gap) antara permintaan dan penawaran sudah terprediksi sejak lama. Jika tidak ada tambahan kapasitas yang berarti, krisis pada sistem Jawa-Bali dan sistem interkoneksi Sumatra pada 2008 ini hanya tinggal menunggu waktu.Agenda jangka panjangPenanggulangan krisis listrik membutuhkan kebijakan yang terpadu, menyeluruh, dan visioner. Dalam jangka pendek, langkah taktis-pragmatis yang paling mudah dan murah adalah kampanye penghematan dan efisiensi penggunaan listrik, terutama pada saat beban puncak (pukul 17.00 WIB-22.00 WIB). Efisiensi tidak identik dengan menurunkan aktivitas. Efisiensi adalah menggunakan listrik seperlunya dan menghindari pemborosan, seperti pemakaian AC, komputer, lampu, dan televisi yang tidak perlu. Sektor publik juga memiliki peran besar di sini, seperti mengurangi pemakaian listrik untuk lampu taman, lampu hias atau air mancur.Pengendalian permintaan juga dapat dilakukan melalui insentif tarif, terutama ketentuan insentif dan penalti untuk pemakaian listrik saat beban puncak. Namun insentif tarif harus dilakukan secara hati-hati agar usaha mengerem pertumbuhan konsumsi listrik tidak berdampak negatif pada produksi dan iklim investasi.Dalam jangka pendek, krisis listrik juga harus dikombinasikan dengan usaha meningkatkan pasokan listrik oleh PLN secara cepat, seperti menekan tingkat kehilangan (losses) dan menekan kasus pencurian. Kemampuan PLN untuk merawat, repowering, dan bahkan ekspansi pembangkit dapat dilakukan jika kondisi keuangan PLN membaik yang hanya bisa diraih melalui efisiensi dan rasionalisasi operasional yang signifikan. Sebagai misal, setiap penurunan 1-2% kehilangan akan meningkatkan pendapatan PLN antara Rp0,7 triliun-1,4 triliun. Pengurangan pemakaian BBM akan menurunkan pengeluaran PLN secara signifikan mengingat biaya BBM adalah sangat mahal jika dibandingkan dengan gas atau batu bara. Potensi penghematan dari efisiensi dan negosiasi ulang listrik swasta juga signifikan bagi PLN.Di sini kita juga perlu menanyakan perkembangan crash program pengadaan listrik 10 ribu Mw yang digagas pemerintah sejak lama untuk mencukupi pasokan listrik pada 2009. Rencana pembangunan pembangkit yang berbasis batu bara juga perlu dikaji ulang karena batu bara terkenal memiliki polutan paling tinggi walau memiliki rasionalitas ekonomi yang tinggi karena harga yang murah dan ketersediaan yang besar. Crash program harus didiversifikasi dengan pembangkit lain yang ramah lingkungan, seperti pembangkit berbasis air dan panas bumi.Dalam jangka panjang, krisis listrik hanya bisa diatasi kebijakan kelistrikan yang mengintegrasikan kebijakan energi nasional, fiskal, BUMN, dan teknologi. Partisipasi swasta dan masyarakat juga amat dibutuhkan. Fokus utama adalah menyediakan regulatory framework dan lingkungan yang kondusif untuk investasi kelistrikan. Kerangka regulasi setidaknya harus memperjelas struktur tarif yang lebih kompetitif dengan mengizinkan perbedaan tarif antardaerah dan memperkenalkan persaingan dengan mengizinkan BUMN/BUMD lain (bukan swasta, agar sesuai dengan konstitusi) untuk berkompetisi dengan PLN.Untuk wilayah Indonesia yang luas dan terdiri dari banyak pulau dengan kondisi geografis yang sulit dijangkau, krisis listrik tidak cukup hanya dengan membangun pembangkit, transmisi, dan distribusi. Berbagai kebijakan inovatif yang menumbuhkan inisiatif daerah dibutuhkan, sentralisasi pengadaan listrik harus diakhiri. Ke depan, inisiatif-inisiatif pembangunan kelistrikan berbasis masyarakat harus didorong, seperti pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) yang memanfaatkan tenaga air skala kecil. Potensi mikrohidro adalah signifikan, sekitar 7.500 Mw, namun yang dimanfaatkan baru 600 Mw. Selain sederhana dan murah, mikrohidro ramah lingkungan dan potensial untuk menggerakkan ekonomi lokal dan perdesaan. Ke depan, harus juga didorong gerakan swasembada listrik di wilayah-wilayah lumbung energi. Jangan lagi terjadi ironi daerah lumbung energi justru mengalami krisis listrik.Di saat yang sama, diversifikasi pembangkit listrik harus segera mulai dilakukan. Indonesia memiliki cadangan sumber energi alternatif yang berlimpah. Potensi panas bumi Indonesia tercatat sekitar 27 ribu Mw, merupakan 40% cadangan dunia. Pembangkit geotermal dikenal sebagai energi bersih dan murah biaya operasionalnya, namun investasinya memang mahal. Indonesia juga memiliki potensi energi surya yang berlimpah dengan potensi 4,5 Kwh/m2/hari (KBI) dan 5,1 Kwh/m2/hari (KTI). Selain bersih dan bebas polusi, energi ini tersedia di mana-mana dan tidak memerlukan instalasi yang rumit.Upaya Aplikatif Atasi Krisis ListrikOleh Syahrul KiromLAGI-LAGI listrik, pemerintah dan PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) rencananya mulai memadamkan listrik secara bergilir di beberapa tempat/daerah di Indonesia termasuk Jakarta, menyusul kondisi kelistrikan Jawa-Bali yang masih defisit serta mengalami kebocoran dan rusak pada jangkar gas pipa dari sumur BP West Java ke PLTGU Tanjung Priok dan PLTGU Muara Karang.---------------------Fenomena kebocoran tersebut ternyata juga berimplikasi terhadap pasokan listrik yang makin berkurang untuk wilayah Pulau Jawa dan Bali. Hal itu diperkirakan berkurang sekitar 400 megawatt (MW) yang sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan umat manusia. Kondisi ini makin parah dibanding pasokan pada hari sebelumnya yang hanya berkurang 702 MW. Meski defisit listrik berkurang, PLN tetap mengimbau pelanggan untuk mengurangi konsumsi listrik 10-20 persen, untuk mengimbangi kekurangan pasokan akibat tersendatnya pengiriman batubara ke sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menopang kebutuhan listrik Jawa dan Bali.Meski demikian, ada beberapa hal yang harus kita pikirkan secara bersama untuk mengatasi persoalan krisis listrik tersebut yang sangat signifikan bagi kepentingan bersama. Sebab listrik merupakan suatu kebutuhan primer seperti halnya bahan bakar minyak (BBM). Bila listrik rusak maka secara otomatis segala aktivitas sehari-hari kita akan mengalami kendala.Perbaiki SistemAda beberapa langkah untuk mengatasi kelangkaan listrik yang harus dilakukan pemerintah dan PLN. Pertama, pemerintah harus segera memperbaiki sistem PLN dengan cepat seluruh sektor kelistrikan yang telah menjadikan proses distribusi listrik pada masyarakat menjadi tak lancar serta memenuhi pasokan gas dengan melakukan proses intensifikasi dan eksploitasi terhadap sumur gas yang bocor. Juga memperbaiki sistem manajemen perawatan dan perencanaan tenaga listrik. Apabila tidak segera diantisipasi, semua pembangkit listrik dikhawatirkan akan mati.Kedua, dalam krisis listrik ini kita hanya berharap pada pemerintah agar perhatiannya tidak hanya ditujukan bagaimana upaya membuat atau meningkatkan kapasitas pembangkit tenaga listrik. Akan tetapi, juga dengan memperhatikan unsur-unsur penunjang lainnya dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) untuk digunakan sebagai ganti dari sumber tenaga listrik yang mulai habis, mulai dari ombak, panas bumi, bahan bakar minyak (BBM), tenaga air, perbedaan suhu dalam laut, batu bara, dan gas.Misalnya, melalui tenaga air sangat bagus dipakai, karena penggunaan sangat efektif, efisien serta cukup sederhana. Seperti pembangkit tenaga angin di Belanda, Denmark dan Brazil bisa dijadikan salah contoh dan bahan pertimbangan yang baik bagi pemerintah dalam menyelesaikan krisis listrik tersebut.Maka dari itu, pemerintah harus menggunakan potensi semaksimal mungkin guna menanggulangi krisis listrik dan mengganti sementara pasokan listrik yang mengalami problem cukup akut, riskan dan berbahaya bagi kepentingan rakyat Indonesia.Di samping itu, yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah bisa memberikan langkah-langkah yang solutif dan jalan alternatif yang baik, bagaimana upaya untuk menghindari terjadinya pemadaman listrik secara bergilir, karena jika upaya pemadaman secara bergilir ini dianggap sebagai suatu langkah konstruktif dalam mengatasi masalah krisis listrik, tindakan tersebut malah menjadi masalah bagi masyarakat. Hal ini bisa kita lihat khususnya bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia yang turut serta akan merasa dirugikan, juga kalangan pengusaha kecil, para pedagang serta proses produksi dan investasi jelas akan berkurang. Untuk itu kedua hal tersebut harus segera direalisasikan dengan membentuk program yang dapat menghindarkan ketidakstabilan pasokan listrik dan tanpa mengorbankan masyarakat.Meski sistem pemadaman listrik secara bergilir tidak memperoleh persetujuaan dari masyarakat, disadari atau tidak bahwa partisipasi masyarakat dalam melakukan penghematan energi sesungguhnya memberikan bantuan, sehingga tidak terjadi pemadaman.Perlu kita ketahui bersama, bahwa kebutuhan listrik dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Listrik juga merupakan sumber energi untuk menggerakkan roda perekonomian dalam menyejahterakan penduduk. Oleh karenanya, sistem kerusakan yang ada dalam kelistrikan harus segera dibenahi.Persoalan pemenuhan kebutuhan listrik terhadap masyarakat jangan hanya dibicarakan di atas kertas. Krisis ini tidak akan bisa diselesaikan jika kita hanya melihat permasalahan secara eksternal dan tidak masuk ke wilayah internal.Dengan kata lain, jika kita masuk ke dalam persoalan internal, meminjam teori Jurgen Habermas bahwa upaya tindakan praktis merupakan syarat mutlak jika kita ingin membenahi krisis listrik dan mungkin hasilnya akan lebih baik. Daripada pemerintah melihat persoalan ini dalam kacamata komunikasi, dengan melakukan diskusi dan rapat secara terus menerus tanpa ada upaya aplikatif, yang sama juga bohong.Dengan demikian, pemerintah dan PLN sudah seharusnya bertindak secara aplikatif, disiplin, peka dan bertanggung jawab besar dalam mengatasi krisis listrik, dengan membuat sistem pembangkit listrik yang baru. Pembangunan pada sistem pembangkit listrik yang baru harus tetap menjadi sebuah agenda utama bagi pemerintah dan PLN guna menopang kelangkaan pasokan listrik.Pemerintah saat ini juga harus berupaya membatasi ekspor gas serta mengupayakan dana yang lebih banyak untuk merekonstruksi dan membangun pembangkit tenaga listrik di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini berfungsi agar proses pemadaman listrik secara bergilir dapat ditampik, karena itu jelas akan merugikan kepentingan masyarakat secara luas.Penulis, peneliti pada Social and Philosophical Studies Yogyakarta-----------------* Pemerintah harus segera memperbaiki sistem PLN dengan cepat seluruh sektor kelistrikan yang telah menjadikan proses distribusi listrik pada masyarakat tidak lancar.* Memenuhi pasokan gas dengan melakukan proses intensifikasi dan eksploitasi terhadap sumur gas yang bocor.* Memperbaiki sistem manajemen perawatan dan perencanaan tenaga listrik.* Memperhatikan unsur-unsur penunjang lainnya dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) sebagai ganti dari sumber tenaga listrik yang mulai habis.BANJARMASIN, SELASA - Melalui PT Adaro Indonesia bekerjasama dengan pihak swasta, Kalsel membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk mengatasi kekurangan energi listrik."Pembangunan PLTU tersebut sudah berjalan, dan akhir tahun 2009 sudah bisa dioperasikan," kata Manajer Humas PT Adaro Indonesia, Y Andriansyah di Dahai, Selasa.Menurut Andriansyah, swasta yang bekerjasama dengan PT Adaro membangun PLTU tersebut, PT Makmur Sejahtera Wisesa sebuah perusahaan swasta dari Jakarta. PLTU yang dibangun itu berlokasi di mulut tambang PT Adaro Indonesia di unit Wara, Desa Maridu Kecamatan Muruk Pudak Kabupaten Tabalong dengan kapasitas dua kali 30 Mega Watt (MW)."Berdasarkan ketentuan energi yang dihasilkan PLTU itu akan disalurkan ke masyarakat melalui PLN, tetapi bila PLN tidak menghendaki itu maka bisa dipakai oleh PT Adaro Indonesia sendiri, karena kebutuhan listrik perusahaan begitu besar," katanya.Dalam kerjasama membangun PLTU tersebut, investasi keseluruhan didanai perusahaan swasta tersebut, pihak PT Adaro sebatas pensuplai bahan bakar batubaranya saja, karena di kawasan tersebut deposit batubara dilahan konsesi perusahaan sekitar 600 juta ton.Batubara di kawasan tersebut memang memiliki kandungan air cukup tinggi sehingga lebih ekonomis bila dijadikan bahan bakar PLTU tersebut. Dengan deposit begitu besar maka tidak akan ada masalah dalam penyediaan bahan bakar bagi PLTU di daerah tersebut, tambahnya.Kekurangan tenaga listrik di Kalsel yang dilayani PLN Kalsel/teng belakangan ini terus menjadi keluhan masyarakat, karena terjadi pemadaman secara bergiliran sepanjang tahun ini.Listrik Kalselteng saat ini disuplai oleh dua unit PLTU Asam-asam berkapasitas 126 mega watt (MW), tiga unit turbin PLTA Riam Kanan berkapasitas 28,50 MW, serta 29 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berkapasitas 86,45 MW.PLN Kalselteng juga memndapat pasokan dari listrik swasta sebesar 10,50 MW dan membeli kelebihan listrik perusahaan sebesar 9,5 MW.Sejumlah perusahaan kayu di Kalsel mempunyai pembangkit sendiri, sehingga kelebihan suplainya bisa dimanfaatkan PLN. Dengan demikian kapasitas yang dikelola PLN Kalselteng saat ini sekitar 260,95 MW. Jika saat normal, kapasitas sebesar itu tidak masalah, karena pada saat beban puncak, kebutuhan listrik Kalselteng hanya 252,59 MW, tapi saat salah satu pembangkit tidak beroperasi, maka terjadi defisit listrik, dan akhirnya terjadilah pemadaman.Gubernur Kalsel Drs Rudy Ariffin telah mengirimkan surat kepada menteri energy dan sumber daya mineral, agar membantu mengatasi krisis listrik di Kalsel dengan mensyaratkan setiap pengusaha batu bara yang masuk ke Kalsel harus membangun PLTU.Menurut kepala Dinas Pertambangan Kalsel, Ali Mazanie dengan regulasi yang telah dikirimkan gubernur tersebut, diharapkan krisis listrik di Kalsel akan segera teratasi. "Kalau ternyata regulasi tersebut tidak disetujui, Kalsel atau gubernur memiliki kekuatan untuk menyetop keluarnya batu bara sebelum kebutuhan batu bara Kalsel terpenuhi.

Jumat, 11 April 2008

Enrgi panas bumi

Energi panas bumi
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari

Daerah berpanas bumi aktif, Selandia Baru.
Energi panas bumi adalah energi yang dihasilkan oleh tekanan panas bumi. Energi ini dapat digunakan untuk menghasilkan listrik, sebagai salah satu bentuk dari energi terbaharui, tetapi karena panas di suatu lokasi dapat habis, jadi secara teknis dia tidak diperbarui secara mutlak.nergi panas bumi
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari

Daerah berpanas bumi aktif, Selandia Baru.
Energi panas bumi adalah energi yang dihasilkan oleh tekanan panas bumi. Energi ini dapat digunakan untuk menghasilkan listrik, sebagai salah satu bentuk dari energi terbaharui, tetapi karena panas di suatu lokasi dapat habis, jadi secara teknis dia tidak diperbarui secara mutlak.

albert Enstain

E=mc²
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari
E = mc2 dalam ilmu fisika adalah sebuah rumus yang dikenal baik dan penting, yang menjelaskan persamaan nilai antara energi (E) and massa (m), yang disetarakan secara langsung melalui konstanta kuadrat laju cahaya dalam vakum ( c 2 )
,
yang mana:
E = energi (J)
m = massa (kg)
c = kecepatan cahaya (m.s-1)
Faktor c 2 bernilai 89.88 PJ/kg = 21.48 Mt TNT per kg = 149.3 pJ/u = 931.5 MeV/u.
Jika energi yang dimaksud dalam persamaan di atas adalah energi diam, maka massa yang terkait adalah juga massa diam atau massa invarian.